Search This Blog

Thursday, April 8, 2010

Etika Bisnis dalam Islam

H. SYAMSUL FALAH, MEc.
Bank Muamalat Indonesia

Islam Agama Komprehensif & Universal

      Syariah Islamiyah adalah undang-undang yang komprehensif dan universal. Komprehensif berarti meliputi semua aspek dan bidang kehidupan yang secara garis besar dapat diklasifikasi menjadi tiga sub-sistem yaitu : Aqidah, Syari’ah dan Akhlaq. Aqidah adalah hukum-hukum yang bersangkut paut dengan keimanan dan ketauhidan yang merupakan dasar keislaman seorang muslim. Syari’ah adalah hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Khaliq maupun dengan makhluq. Sedangkan Akhlaq menitik beratkan pada pendidikan rohani dan pembersihan hati dari sifat-sifat tercela dan menghiasi dengan sifat-sifat yang terpuji.

Syariat ini merupakan ciptaan Allah SWT, maka ia tidak terbatas oleh ruang dan waktu, maka ia adalah sistem yang universal. Ia sesuai untuk sepanjang zaman dan semua tempat, tidak lapuk ditelan zaman dan tidak kering dimakan hari. Prinsip Syari’ah Islamiyah tidak dapat berubah, walaupun hukum-hukum cabangnya mungkin dapat berubah.

Keadaan geografis, jarak dan perbedaan alam tidak menjadi sebuah halangan bagi kecocokan dan keunggulan sistem ini, karena hukum Islam bukan diciptakan oleh manusia melalui fikiran, pengetahuan dan pengalamannya. Ia merupakan ciptaan Sang Khaliq Allah SWT Tuhan yang Maha Mengetahui dan Maha Mencipta alam semesta.

Syari’ah Islamiyah dan seluruh hukumnya tidak boleh dipisah-pisahkan atau dipecah-pecah, karena ia bersifat kully. Mengambil sebahagian-sebahagian dan meninggalkan sebahagian yang lain tidak akan dapat mencapai objectif Syari’ah; tujuan dan falsafahnya tidak akan dapat ditegakkan. Bahkan perbuatan seperti ini bertentangan dengan tuntutan Syari’ah dan nash-nash hukum. Beriman dengan sebagian ayat Al-Qur’an dan mengingkari sebagian yang lain membawa seorang hamba kepada suatu kehinaan. Sikap seperti ini tidak akan membawa kepada kebaikan dan kemuliaan kepada ummat Islam. Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah : 85 :

Apakah kamu beriman kepada sebagian Al-Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan kebaikan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.
Begitu juga Allah berfirman dalam surah An-Nisa : 150-151 :

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasulNya, dan bermaksud membeda-bedakan antara Allah dan rasul-rasulNya dengan mengatakan : “kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian yang lain", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) diantara yang demikian (iman atau kafir) merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.

Bisnis dan Perdagangan dalam Pandangan Islam

      Bisnis dan perbagangan termasuk dalam kegiatan manusia yang terpenting, dan manusia adalah makhluk yang memerlukan teman dan kelompok. Bisnis dan perdagangan diperlukan karena tidak ada seorangpun yang dapat hidup dengan sempurna, mampu menyediakan segala keperluan dan tuntutan hidupnya sendiri tanpa melibatkan orang lain. Oleh karena itu manusia saling memerlukan, bekerjasama dan saling tolong menolong.

Islam mendorong ummatnya berusaha mencari rezeki supaya kehidupan mereka menjadi baik dan menyenangkan. Allah SWT menjadikan langit, bumi, laut dan apa saja untuk kepentingan dan manfaat manusia. Manusia hendaklah mencari rezeki yang halal. Firman Allah dalam surah An-Naba(78) : 10-11 :

Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. Dan Kami jadikan siang untuk penghidupan. Dalam ayat itu Allah mengajarkan keseimbangan antara mencari rezeki untuk kehidupan dan beristirahat (leisure). Malam hari untuk beristirahat dan mengumpulkan tenaga dan siang hari bekerja mencurahkan tenaga, berbisnis berdagang untuk mencari rezeki.
Dalam beberapa hadist Rasulullah SAW memberikan dorongan kepada ummatnya untuk mencari rezeki dengan berusaha dan berdagang. Rasulullah sendiri adalah contoh seorang pedagang yang sukses. Ketika masih kecil beliau telah menemani pamannya Abu Thalib berdagang ke Syam, bahkan beliau sendiri menjalankan bisnis milik Siti Khadijah ke Syam dan kembali dengan keuntungan yang besar. Ini adalah bukti kemampuan, kepercayaan dan amanah beliau sebagai pedagang. Rasulullah SAW bersabda :

“Pedagang yang amanah dan benar akan ada bersama dengan para syuhada di hari qiyamat nanti" (HR. Ibnu Majah dan al-Hakim)

“Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan oleh seseorang daripada yang dihasilkan oleh tangannya sendiri". (HR. Bukhari)

Para sahabat Rasul juga banyak yang menjadi pengusaha dan bussinessman yang sukses. Diantaranya adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, dan lain-lain.

Walaupun Islam mendorong ummatnya untuk berdagang, dan bahkan merupakan fardhu kifayah, bukan berarti dapat dilakukan sesuka dan sekehendak manusia, seperti lepas kendali. Adab dan etika bisnis dalam Islam harus dihormati dan dipatuhi jika para pedagang dan pebisnis ingin termasuk dalam golongan para nabi, syuhada dan shiddiqien. Keberhasilan masuk dalam kategori itu merupakan keberhasilan yang terbesar bagi seorang muslim. Robbana aatina fiddunya hasanah wafil aakhirati hasanah waqinaa ‘adzabannaar.

Ummat Islam dalam kiprahnya mencari kekayaan dan menjalankan usahanya hendaklah menjadikan Islam sebagai dasarnya dan keredhaan Allah sebagai tujuan akhir dan utama. Mencari keuntungan dalam melakukan perdagangan merupakan salah satu tujuan, tetapi jangan sampai mengalahkan tujuan utama. Dalam pandangan Islam bisnis merupakan sarana untuk beribadah kepada Allah dan merupakah fardlu kifayah, oleh karena itu bisnis dan perdagangan tidak boleh lepas dari peran Syari’ah Islamiyah.
Kewajiban Agama Lebih Utama

Orang yang dikuasai oleh harta dan bisnisnya sehingga mengabaikan kewajiban terhadap Allah SWT adalah orang-orang yang iman dan akhlaqnya tipis, dan ini bertentangan dengan Syari’ah Islamiyah. Allah pernah menegur beberapa orang Islam zaman Rasulullah SAW. Pasalnya adalah ketika Rasulullah sedang menyampaikan khutbah Jum’at, mereka mendengar kedatangan kafilah yang membawa dagangan dari Syam. Kebetulan pada waktu itu kota Madinah sedang mengalami kekurangan makanan, sehingga mereka tidak sabar lagi untuk segera mendatangi kafilah tersebut, maka turunlah ayat Allah dalam surat Al-Jum’ah (62):11 :

Dan ketika mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah : “Apa yang di sisi Allah adalah lebih baik daripada permainan dan perniagaan". Dan Allah sebaik-baik pemberi rezeki.

Demikianlah Allah SWT mencela perbuatan mereka yang mengabaikan kewajiban agama karena urusan bisnis. Adab dan etika bisnis hendaklah dijaga dan kewajiban terhadap Allah tidak boleh diabaikan. Setelah kewajiban ini ditunaikan Allah mendorong orang yang beriman untuk melanjutkan kegiatan bisnisnya, sambil terus mengingat Allah dalam setiap detak jantung dan denyut nadi.

Saling Rela

      Kegiatan bisnis dan perdagangan harus dijalankan oleh pihak-pihak yang terlibat atas dasar suka sama suka. Tidak boleh dilakukan atas dasar paksaan, tipu daya, kezaliman, menguntungkan satu pihak diatas kerugian pihak lain. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisaa (4):29 :

Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berjalan atas dasar suka sama suka diantara kamu

Jauhkan Melakukan Riba

      Dalam berbisnis hendaklah harus bersih dari unsur-unsur riba yang telah jelas-jelas dilarang oleh Allah, sebaliknya menggalakkan jual beli dan investasi. Haramnya riba telah jelas, tetapi dalam dunia usaha bukanlah hal yang mudah bagi kita untuk menghindarkan diri dari cengkraman riba. Walaupun demikian kita harus terus berusaha mengatasi hal ini dengan merumuskan langkah-langkah alternatif yang efektif. Dalam surah Al-Baqarah : 275 Allah berfirman : dan Allah menghalalkan jual beli, mengharamkan riba.

Islam mendorong masyarakat kepada usaha yang nyata dan produktif. Islam mendorong masyarakat untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang. Perbedaan yang mendasar antara investasi dan membungakan uang. Investasi adalah kegiatan yang mengandung resiko karena berhadapan dengan unsur ketidak pastian.Oleh karena itu pula return dalam investasi tidak pasti dan tidak tetap. Sedangkan praktek membungakan uang adalah kegiatan yang relatif tidak beresiko karena perolehan kembaliannya berupa bunga relatif tetap dan pasti.

Tidak Menipu

      Islam mengharamkan penipuan dalam semua aktifitas manusia, termasuk dalam kegiatan bisnis dan jual beli. Memberikan penjelasan dan informasi yang tidak benar, mencampur barang yang baik dengan yang buruk, menunjukkan contoh barang yang baik dan menyembunyikan yang tidak baik termasuk dalam kategori penipuan.

Pada suatu hari Rasulullah SAW mengadakan inspeksi pasar. Rasulullah memasukkan tangannya kedalam tumpukkan gandum yang nampak baik, tetapi beliau terkejut karena ternyata yang di dalam tidak baik (basah). Rasulullah pun bersabda : “Juallah ini (yang baik) dalam satu bagian dan yang ini (yang tidak baik) dalam bagian yang lain. Siapa yang menipu kami bukanlah termasuk golongan kami". (HR Muslim)

Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW berkata :

Tidak halal bagi seseorang menjual sesuatu barang melainkan jika ia telah menjelaskan keadaan barang yang dijualnya dan tidak boleh bagi siapa yang mengetahui hal tersebut (cacat) kecuali ia menjelaskannya (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi)

Dari pernyataan diatas jelaslah bagi kita bahwa Islam mengecam penipuan dalam bentuk apapun dalam berbisnis. Lebih jauh lagi barang yang hendak dijual harus dijelaskan kekurangan dan cacatnya, dan jika ada yang menyembunyikannya adalah suatu kezaliman. Prinsip ini sebenarnya akan menciptakan kepercayaan antara pembeli dan penjual, yang akhirnya menciptakan keharmonian dalam masyarakat.

Tidak Mengurangi Timbangan, Takaran dan Ukuran

      Setiap muslim dituntut untuk menegakkan keadilan meskipun terhadap diri sendiri. Mereka juga dituntut untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak tanpa pandang bulu. Dalam berbisnis keadilan dan amanah tetap harus ditegakkan. Mengurangi timbangan, takaran dan ukuran merupakan perbuatan dosa besar. Melalui lisan nabi Syu’aib Allah memerintahkan kepada kita agar beribadah kepada Allah dan mentauhidkanNya, menyempurnakan takaran dan timbangan dan jangan mengurangi hak orang lain dan jangan melakukan kerusakan di muka bumi.
Dan (kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata : Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbanganya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang yang beriman. (Al-Araf : 85)

Tidak Menjual Belikan yang Haram

      Barang yang diperjual belikan haruslah barang yang halal baik zat maupun sifat-sifatnya. Dalam Islam haram hukumnya memperdagangkan barang-barang seperti minuman keras, daging babi, judi, barang curian, pelacuran dan lain-lain. Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda :
Sesungguhnya Allah SWT jika mengharamkan suatu barang, maka harganya pun haram juga. (HR Ahmad dan Abu Daud)

Ihtikar/Menimbun/Monopoli

      Islam memberikan jaminan kebebasan pasar dan kebebasan individu untuk melakukan bisnis, namun Islam melarang prilaku mementingkan diri sendiri, mengeksploitasi keadaan yang umumnya didorong oleh sifat tamak dan loba sehingga menyulitkan dan menyusahkan orang banyak.

Perbuatan ihtikar semacam ini sangat dilarang, Rasulullah SAW menegaskan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :
Seburuk-buruk hamba ialah orang yang melakukan ihtikar, jika ia mendengar harga barang murah dirusakannya (barang itu) dan jika harganya melambung tinggi ia bergembira.

Keberhasilan bisnis bukan hanya bagaimana kita dapat memaksimalkan keuntungan dengan modal yang minimal dalam jangka waktu singkat. Tetapi juga bagaimana bisnis ini menjadi ibadah yang diridhoi Allah dan dapat memberikan kemashlahatan kepada masyarakat banyak.

Mengambil Kesempatan dalam Kesempitan

      Pedagang yang tidak bermoral dan tipis imannya senantiasa mengambil kesempatan dari kelemahan dan kekurangan orang lain dengan menggunakan berbagai cara, agar dapat meraih keuntungan yang besar. Cara seperti ini dalam term fiqh biasanya dikenal dengan sebutan jual beli najash dan talaqqi ar-rukban.

Yang dimaksud jual beli najash adalah seperti seorang yang seolah-olah akan membeli barang dengan harga tinggi, agar calon pembeli yang sebenarnya berani membeli dengan harga yang lebih tinggi. Sedangkan talaqqi ar-rukban adalah seseorang yang mengetahui kedatangan seorang pedagang dari luar kota, orang tersebut membelinya dengan harga murah dan dibawah harga pasaran, kemudian menjualnya dengan harga yang jauh lebih mahal.

Kedua jenis jual beli seperti ini mengandung unsur dosa karena telah mengandung penipuan dan mengambil kesempatan dari kelemahan orang lain.

Tidak Mengandung Gharar dan Maisir

    Gharar atau ketidak jelasan. Akad jual beli yang mengandung unsur-unsur gharar dapat menimbulkan perselisihan, karena barang yang diperjual belikan tidak diketahui dengan baik, sehingga sangat dimungkinkan terjadi penipuan. Contohnya jual beli ikan yang masih berada di dalam kolam yang tidak diketahui ukuran, jenis dan rupanya. Gharar dapat mengarah kepada maisir (perjudian).

Demikian beberapa batasan-batasan (etika) yang diberikan oleh Islam dalam kita menjalankan kegiatan ekonomi dan bisnis. Dengan batasan-batasan tersebut kegiatan ekonomi dan bisnis kita akan memiliki nilai ibadah, hal ini sesuai dengan misi diciptakannya manusia. Firman Allah : Tidaklah aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk beribadah (kepadaKu).

Wallahu Alam Bishowaab

Sumber : www.bankmuamalat.com

Perbankan syariah

Perbankan syariah

Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.

Sejarah

Latar belakang

Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.

Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.

Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam.

Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah [[haji].

Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. [1].Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero).

Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.

Prinsip perbankan syariah

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.

Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain [2]:

* Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
* Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
* Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
* Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
* Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.

Produk perbankan syariah

Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:

Jasa untuk peminjam dana

    * Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
    * Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan
    * Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.

* Takaful (asuransi islam)

Jasa untuk penyimpan dana

    * Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. [6]
    * Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.

Tantangan Pengelolaan Dana

Laju pertumbuhan perbankan syariah di tingkat global tak diragukan lagi. Aset lembaga keuangan syariah di dunia diperkirakan mencapai 250 miliar dollar AS, tumbuh rata-rata lebih dari 15 persen per tahun. Di Indonesia, volume usaha perbankan syariah selama lima tahun terakhir rata-rata tumbuh 60 persen per tahun. Tahun 2005, perbankan syariah Indonesia membukukan laba Rp 238,6 miliar, meningkat 47 persen dari tahun sebelumnya. Meski begitu, Indonesia yang memiliki potensi pasar sangat luas untuk perbankan syariah, masih tertinggal jauh di belakang Malaysia.

Tahun lalu, perbankan syariah Malaysia mencetak profit lebih dari satu miliar ringgit (272 juta dollar AS). Akhir Maret 2006, aset perbankan syariah di negeri jiran ini hampir mencapai 12 persen dari total aset perbankan nasional. Sedangkan di Indonesia, aset perbankan syariah periode Maret 2006 baru tercatat 1,40 persen dari total aset perbankan. Bank Indonesia memprediksi, akselerasi pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia baru akan dimulai tahun ini.

Implementasi kebijakan office channeling, dukungan akseleratif pemerintah berupa pengelolaan rekening haji yang akan dipercayakan pada perbankan syariah, serta hadirnya investor-investor baru akan mendorong pertumbuhan bisnis syariah. Konsultan perbankan syariah, Adiwarman Azwar Karim, berpendapat, perkembangan perbankan syariah antara lain akan ditandai penerbitan obligasi berbasis syariah atau sukuk yang dipersiapkan pemerintah.

Sejumlah bank asing di Indonesia, seperti Citibank dan HSBC, bahkan bersiap menyambut penerbitan sukuk dengan membuka unit usaha syariah. Sementara itu sejumlah investor dari negara Teluk juga tengah bersiap membeli bank-bank di Indonesia untuk dikonversi menjadi bank syariah. Kriteria bank yang dipilih umumnya beraset relatif kecil, antara Rp 500 miliar dan Rp 2 triliun. Setelah dikonversi, bank-bank tersebut diupayakan melakukan sindikasi pembiayaan proyek besar, melibatkan lembaga keuangan global.

Penghimpunan dana

Selain investor asing, penghimpunan dana perbankan syariah dari dalam negeri akan didongkrak penerapan office-channeling yang didasari Peraturan BI Nomor 8/3/PBI/2006. Aturan ini memungkinkan cabang bank umum yang mempunyai unit usaha syariah melayani produk dan layanan syariah, khususnya pembukaan rekening, setor, dan tarik tunai.

Sampai saat ini, office channeling baru digunakan BNI Syariah dan Permata Bank Syariah. Sejumlah 212 kantor cabang Bank Permata di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Surabaya sudah dapat melayani produk dan layanan syariah sejak awal Maret lalu. Sementara tahap awal office channeling BNI Syariah dimulai 21 April 2006 pada 29 kantor cabang utama BNI di wilayah Jabotabek. Ditargetkan 151 kantor cabang utama BNI di seluruh Indonesia akan menyusul.

General Manager BNI Syariah Suhardi beberapa pekan lalu menjelaskan, untuk memudahkan masyarakat mengakses layanan syariah, diluncurkan pula BNI Syariah Card. Kartu ini memungkinkan nasabah syariah menggunakan seluruh delivery channel yang dipunyai BNI, seluruh ATM BNI, ATM Link, ATM Bersama, dan jaringan ATM Cirrus International di seluruh dunia.

Hasil penelitian dan permodelan potensi serta preferensi masyarakat terhadap bank syariah yang dilakukan BI tahun lalu menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap perbankan syariah. Namun, sebagian besar responden mengeluhkan kualitas pelayanan, termasuk keterjangkauan jaringan yang rendah. Kelemahan inilah yang coba diatasi dengan office channeling.

Dana terhimpun juga akan meningkat terkait rencana pemerintah menyimpan biaya ibadah haji pada perbankan syariah. Dengan kuota 200.000 calon jemaah haji, jika masing-masing calon jemaah haji menyimpan Rp 20 juta, akan terhimpun dana Rp 4 triliun yang hanya dititipkan ke bank syariah selama sekitar empat bulan. Dana haji yang terhimpun dalam jumlah besar dalam waktu relatif pendek akan mendorong munculnya instrumen investasi syariah. Dana terhimpun itu bahkan cukup menarik bagi pebisnis keuangan global untuk meluncurkan produk investasi syariah.

Di sisi lain, suku bunga perbankan konvensional diperkirakan akan turun. Menurut Adiwarman, bagi hasil perbankan syariah yang saat ini berkisar 8-10 persen, membuat perbankan syariah cukup kompetitif terhadap bank konvensional. "Dengan selisih sekitar dua persen (dari tingkat bunga bank konvensional), orang masih tahan di bank syariah, tetapi lebih dari itu, iman bisa juga tergoda untuk pindah ke bank konvensional," kata Adiwarman menjelaskan pola perilaku nasabah yang tidak terlalu loyal syariah.

Berdasarkan analisis BI, tren meningkatnya suku bunga pada triwulan ketiga tahun 2005 juga sempat membuat perbankan syariah menghadapi risiko pengalihan dana (dari bank syariah ke bank konvensional). Diperkirakan lebih dari Rp 1 triliun dana nasabah dialihkan pada triwulan ketiga tahun lalu. Namun, kepercayaan deposan pada perbankan syariah terbukti dapat dipulihkan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga yang mencapai Rp 2,2 triliun pada akhir tahun. Kenaikan akumulasi dana pihak ketiga perbankan syariah merupakan peluang, sekaligus tantangan, karena tanpa pengelolaan yang tepat justru masalah akan datang.

Perbankan syariah sempat dituding "kurang gaul" dalam lingkungan pembiayaan karena sejumlah nasabah yang dianggap bermasalah pada bank konvensional justru memperoleh pembiayaan dari bank syariah. Akan tetapi, Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia Wahyu Dwi Agung meyakini, dengan sistem informasi biro kredit BI yang memuat data seluruh debitor, tudingan seperti itu tidak akan terjadi lagi.

Posisi rasio pembiayaan yang bermasalah (non-performing financings) pada perbankan syariah tercatat naik dari 2,82 persen pada Desember 2005 menjadi 4,27 persen Maret lalu. Rasio ini dinilai masih terkendali.

Kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses layanan perbankan syariah dan ketersediaan produk investasi syariah tidak akan optimal tanpa promosi dan edukasi yang memadai tentang lembaga keuangan syariah. Amat dibutuhkan pula jaminan produk yang ditawarkan patuh terhadap prinsip syariah.

Peluang dan potensi perbankan syariah yang besar memang menuntut kerja keras untuk kemaslahatan.

Sumber : Wikipedia

Filosofi Dasar Ekonomi Islam

FILOSOFI DASAR EKONOMI ISLAM

Pendahuluan
Sistem ekonomi dunia yang saat ini bersifat sekuler dimana terjadi dikotomi antara agama dengan kehidupan duniawi termasuk di dalamnya akitivitas ekonomi telah mulai terkikis. Terjadinya dikotomi ini pada masa kegelapan (dark ages) yang terjadi di Eropa, dimana pada masa tersebut kekuasaan gereja Katolik sangat dominan. Sehingga hal ini menimbulkan pergerakan yang berupaya untuk mengikis kekuasaan gereja yang terlalu besar pada masa itu. Pergerakan inilah yang pada akhirnya memunculkan suatu aliran pemikiran bahwa harus terjadi suatu pembedaan atau pemmbatasan antara aktivitas agama dengan aktivitas dunia, sebab munculnya pemikiran keilmuan seringkali dianggap bertentangan dengan dokrin gereja pada masa itu

Hal tersebut tidak berlaku dalam Islam, sebab Islam tidak mengenal pembedaan antara ilmu agama dengan ilmu duniawi. Hal ini terbukti bahwa pada masa kegelapan (dark ages) yang terjadi di Eropa, justru terjadi masa keemasan dan kejayaan Islam. Dimana terjadi pembaharuan dan perkembangan pemikiran oleh para ilmuwan muslim, bahkan menjadi dasar landasan pengembangan keilmuan sampai saat ini, seperti ilmu aljabar.

Namun hal ini tidak pernah diketahui oleh dunia terutama oleh para generasi muda muslim, sehingga generai muda muslim saat ini melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh Barat pada waktu dark ages, yaitu melakukan dikotomi antara aktivitas spiritual dan aktivitas duniawi yang justru membuat islam semakin redup cahayanya. Karena negara barat semakin maju ketika jauh dari ajaran agamanya, sementara umat Islam akan semakin tertinggal ketika meninggalkan agamanya.

Ilmu ekonomi adalah suatu disiplin ilmu yang menerangkan tentang proses pengambilan keputusan dalam mengalokasikan kelangkaan sumber daya dalam pemenuhan kegiatan produksi dan aktivitas konsumsi dalam rangka menciptakan suatu kesejahteraan dalam kehidupan manusia.

Definisi Ekonomi Islam
Wacana mengenai penerapan ekonomi Islam dalam aktivitas ekonomi sehari-hari telah dimulai di Indonesia pada dekade 1970an, namun tonggak utama perkembangan ekonomi Islam adalah dengan berdirinya salah satu bank syariah pada tahun 1992. Perkembangan ekonomi Islam adalah wujud dari upaya menerjemahkan Islam sebagai rahmatan lil'alamin, dimana Islam memiliki nilai-nilai universal yang mampu masuk ke dalam setiap sendi kehidupan manusia tidak hanya aspek spiritual semata namun turut pula masuk dalam aspek duniawi termasuk didalamnya aktivitas ekonomi masyarakat.

Ekonomi Islam yang tengah berkembang saat ini baik tataran teori maupun praktik merupakan wujud nyata dari upaya operasionalisasi Islam sebagai rahmatan lil alamin, dengan melalui proses panjang dan akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Perkembangan teori ekonomi Islam telah dimulai pada masa Rasulullah dengan turunnya ayat-ayat Al-Qur'an yang berkenaan dengan ekonomi seperti QS Al-Baqarah ayat 275 dan 279 tentang jual beli dan riba, QS Al-Baqarah ayat 282 tentang pencatatan transaksi muamalah; QS Al-Maidah ayat 1 tentang akad; QS Al-A'raf ayat 31, An-Niisa' ayat 5 dan 10 tentang pengaturan pencarian, penitipan dan pembelanjaan harta; serta masih banyak ayat lainnya yang menjelaskan tentang berbagai aktivitas ekonomi masyarakat. Ayat-ayat ini di atas ini memperlihatkan bahwa Islam pun telah menetapkan pokok aturan mengenai ekonomi meskipun pada masih bersifat umum dan praktik implementasi di lapangan akan saling berbeda antar generasi dan zaman

Para pemikir muslim yang mendalami ekonomi Islam juga hingga kini belum ada kesatuan pandangan dalam mengkonstruksi teori ekonomi Islam. Terdapat perbedaan penafsiran, pendekatan, dan metodologi yang dibangun dalam membentuk konsep ekonomi Islam. Hal ini karena adanya perbedaan latar belakang pendidikan , keahlian, dan pengalaman yang dimiliki. Merujuk pendapat Aslem Haneef, seorang pemikir ekonomi Islam malaysia para pemikir muslim di bidang ekonomi dikelompokkan dalam tiga kategori : 1. pakar bidang fiqih atau hukum Islam sehingga pendekatan yang dilakukan adalah legalistik dan normatif, 2. kelompok modernis yang lebih berani dalam memberikan interpretasi terhadap ajaran Islam agar dapat menjawab persoalan yang dihadapi masyarakat kini, 3. para praktisi atau ekonom muslim yang berlatar belakang pendidikan Barat. Mereka mencoba menggabungkan pendekatan fiqih dan ekonomi sehingga ekonomi Islam terkonseptualisasi secara integrated dengan kata lain mereka berusaha mengkonstruksi ekonomi Islam seperti ekonomi konvensional tetapi dengan mereduksi nilai-nilai yang tidak sejalan dengan Islam dan memberikan nilai Islam pada analisis ekonominya.

Perkembangan ekonomi Islam dari sejak masa nabi sampai sekarang dapat dibagi menjadi 6 tahapan. Tahap pertama(632-656M), yaitu pada masa Rasulullah SAW. Tahap kedua(656-661M), yaitu pemikiran ekonomi Islam pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Tahap ketiga(738-1037M), yaitu para pemikir Islam di periode awal seperti Zayd bin Ali, Abu Hanifa, Abu yusuf, Abu Ubayd, Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan pemikir ekonomi Islam lainnya pada periode awal.
Tahap keempat atau periode kedua(1058-1448M). Pemikir ekonomi Islam periode ini Al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun, Ibnu Mas'ud, Jalaluddin Rumi, Ibnu Rusyd dan pemikir ekonomi Islam lainnya yang hidup pada masa ini. Tahap kelima atau periode ketiga(1446-1931M), yaitu Shah Waliyullah Al-Delhi, Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaluddin Al-Afghani, Mufti Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, Ibnu Nujaym, Ibnu Abidin, Syekh Ahmad Sirhindi. Tahap keenam atau periode lanjut (1931M-sekarang), yaitu Muhammad Abdul Mannan, M.Nejatullah Siddiqi, Yusuf Qardhawi, Syed Nawab Haider Naqvi, Monzer Khaf, Muhammad Baqir As-Sadq, Umer Chapra dan tokoh ekonomi Islam pada masa sekarang.

Dawam Rahardjo, memilah istilah ekonomi Islam ke dalam tiga kemungkinan pemaknaan, pertama yang dimaksud ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yang berdasarkan nilai atau ajaran Islam. Kedua, yang dimaksud ekonomi Islam adalah sistem. Sistem menyangkut pengaturan yaitu pengaturan kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat atau negara berdasarkan suatu cara atau metode tertentu. Sedangkan pilihan ketiga adalah ekonomi Islam dalam pengertian perekonomian umat Islam

Monzer Kahf dalam bukunya The Islamic Economy menjelaskan bahwa ekonomi adalah subset dari agama. Kata ekonomi Islam sendiri difahami sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari paradigma Islam yang sumbernya merujuk pada Al-Qur'an dan Sunnah. Menurut Kahf pula, ekonomi Islam adalah bagian dari ilmu ekonomi yang bersifat interdisipliner dalam arti kajian ekonomi Islam tidak dapat berdiri sendiri tetapi perlu penguasaan yang baik dan mendalam terhadap ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai tool of analysis seperti matematika, statistik, logika, ushul fiqh

Definisi ekonomi Islam juga dikemukakan oleh para pakar ekonomi Islam kontemporer lainnya seperti; 1. Umar Chapra, Ilmu ekonomi Islam adalah suatu cabang pengetahuan yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui suatu alokasi dan distribusi sumber daya alam yang langka yang sesuai dengan Maqasid, tanpa mengekang kebebasan individu untuk menciptakan keseimbangan makroekonomi dan ekologi yang berkesinambungan, membentuk solidaritas keluarga, sosial, dan jaringan moral masyarakat, 2. SM Hasanuzzaman : Ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi dari ajaran dan aturan syari'ah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh sumber-sumber daya material sehingga tercipta kepuasan manusia dan memungkinkan mereka menjalankan perintah Allah dan masyarakat, 3. MUhammad Abdul Manan berpendapat bahwa ilmu ekonomi Islam dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami nilai-nilai Islam. Ia mengatakan bahwa ekonomi Islam merupakan bagian dari suatu tata kehidupan lengkap, berdasarkan empat bagian nyata dari pengetahuan, yaitu : Al-Qur'an, as-Sunnah, Ijma dan Qiyas.

Secara umum ekonomi Islam didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya memandang, meneliti, dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-cara Islami berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah. Ilmu ekonomi Islam tidak mendikotomikan antara aspek normatif dan aspek positif. Dalam pandangan positivisme ekonomi hanya mempelajari perilaku ekonomi yang terjadi dan memisahkan dari aspek norma dan etika. Memasukkan aspek etika dipandang sebagai sesuatu yang normatif

Dengan demikian upaya untuk memajukan ekonomi, memproduksi barang dan jasa dalam kegiatan produksi dan mengonsumsi hasil-hasil produksi serta mendistribusikannya , seharusnya berpijak kepada ajaran agama. Artinya, apabila kita mengacu pada ajaran Islam, tujuan hidup mardatillah harus mendasari konsistensi antara niat (li allah ta ala) dan cara-cara untuk memperoleh tujuan berekonomi (kaifiat). Dalam pengertian tersebut Ilmu ekonomi Islam adalah juga suatu upaya yang sistematis mempelajari masalah-masalah ekonomi dan perilaku manusia dan interaksi antara keduanya

Bila dipelajari ajaran-ajaran Islam di bidang ini, dapat disimpulkan beberapa point yang sangat penting sebagai petunjuk untuk membangun disiplin ini. Pertama, Islam memberikan pentujuk tentang adanya seperangkat tujuan dan nilai-nilai dalam kehidupan perekonomian. Kedua, Islam memberikan kepada manusia sikap psikologis dan satu spektrum yang mengandung motif-motif dan insentif Islam juga memasok prinsip-prinsip hubungan perekonomian. Pokok-pokok petunjuk di atas merupakan hasil referensi yang dipetik dari ruh ajaran Islam

Mengacu pada pemikiran Choudhury (1998) disepakati bahwa epistomologi fundamental ekonomika islami didasarkan pada Al-Qur'an dan as-Sunnah yang merupakan "the primordial stock of knowledge" sehingga disebut sebagai tauhidi epistimologi. Karakter dari epistimologi Tauhidi ialah 1. premis aksiomatiknya tidak berubah, 2. tidak dapat dipecah-pecah, 3. dalam kesatuan dan sempurna dan dapat diimplementasikan secara universal kepada semua sistem, karena merupakan kesatuan (unity), maka derivasinya adalah persatuan (unification) dari "the primordial stock of knowledge". Aksioma yang dimaksud diturunkan dari Al-Qur'an, yakni bahwa Allah swt adalah Maha Pencipta yang dengan 99 sifat-sifatNya memanifestasikan kemuliaan-Nya atas ciptaan-Nya. Oleh karena itu manusia sebagai khalifah di muka bumi harus juga memanifestasikan sifat-sifatNya ke dalam kehidupan sehari-hari.

Mengacu pada pemikiran Choudury (1998) tentang prinsip-prinsip Ekonomika Islami adalah: 1. Tauhid dan Ukhuwwah, 2. Kerja dan Produktivitas dan 3. Keadilan Distributif

Tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem ekonomi Islam berdasarkan konsep dasar dalam Islam yaitu Tauhid dan berdasarkan rujukan kepada Al-Qur'an dan Sunnah adalah:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan untuk setiap lapisan masyarakat
2. Memastikan kesetaraan kesempatan untuk semua orang
3. Mencegah terjadinya pemusatan kekayaan dan meminimalkan ketimpangan dana distribusi pendapatan dan kekayaan di masyarakat
4. Memastikan kepada setiap orang kebebasan untuk mematuhi nilai-nilai moral
5. Memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi

Kerangka institusional suatu masyarakat yang diajukan oleh M.Nejatullah Siddiqi dalam artikelnya "Teaching Economics in An Islamic Perspective" adalah
1. Meskipun kepemilikan mutlak adalah milik Allah swt, namun dalam Islam diperkenankan suatu kepemilikan pribadi, dimana dibatasi oleh kewajiban dengan sesama dan batasan-batasan moral yang diatur oleh syariah
2. Kebebasan untuk berusaha dan berkreasi sangat dihargai, namun tetap mendapatkan batasan-batasan agar tidak merugikan pihak lain dalam hal ini kompetisi yang berlangsung haruslah persaingan sehat
3. Usaha gabungan (joint enterprise) haruslah menjadi landasan utama dalama bekerjasama, dimana sistem bagi hasil dan sama-sama menanggung risiko yang mungkin timbul diterapkan
4. Konsultasi dan musyawarah haruslah menjadi landasan utama dalam pengambilan keputusan publik
5. Negara bertanggung jawab dan mempunyai kekuasaan untuk mengatur individu dalam setiap keputusan dalam rangka mencapai tujuan Islam

Empat nilai utama yang bisa ditarik dari Ekonomi Islam adalah
1. Peranan positif dari negara, sebagai regulator yang mampu memastikan kegiatan ekonomi berjalan dengan baik sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan oleh orang lain
2. Batasan moral atas kebebasan yang dimiliki, sehingga setiap individu dalam setiap melakukan aktivitasnya akan mampu pula memikirkan dampaknya bagi orang lain
3. Kesetaraan kewajiban dan hak, hal ini mampu menyeimbangkan antara hak dan yang diterima dan kewajiban yang harus dilaksanakan.
4. Usaha untuk selalu bermusyawarah dan bekerja sama, sebab hal ini menjadi salah satu fokus utama dalam ekonomi Islam

Maraknya kajian-kajian tentang ilmu ekonomi Islam tidak dapat dipisahkan dari fenomena kebangkitan kembali kepada ajaran-ajaran Islam yang orisinil (Islamic Resurgance) di seluruh dunia Islam bahkan di kawasan minoritas Muslim. Kebangkitan Islam yang melanda hampir di seluruh dunia kini tengah mencari suatu tatanan baru yang jangkauannya tidak hanya pada aspek ideologis, moral, kultural, dan politik saja, namun untuk merekonstruksi struktur masyarakat dan perekonomiannya dengan mengadopsi nilai-nilai keimanan, agama dan tradisi sejarah mereka

Resume dari Teori Mikro : Perbandingan ekonomi konvensional dan ekonomi Islam